MAKALAH
TENTANG
DASAR
ATAU DALIL HUKUM EKONOMI ISLAM
DAN
DASAR HUKUM EKONOMI ISLAM DARI
SEGI
AL-QUR’AN DAN UNDANG-UNDANG
DALAM
MATA KULIAH PENGANTAR EKONOMI ISLAM
OLEH
:
NAMA
: NIDA OKTAVIA
NIM
: 1830404081
Dosen
Pembimbing :
IFELDA
NENGSIH,S.E.I.,MA
JURUSAN
MANAJEMEN BISNIS SYA’RIAH ‘’B’’
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan
hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan
dan hukum memiliki sumbernya sendiri sebagai pedoman dalam pelaksanaannya.
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Al Qur’an. Kemudian sumber hukum agama islam selanjutnya adalah Sunnah atau yang kita kenal dengan Hadits.
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Al Qur’an. Kemudian sumber hukum agama islam selanjutnya adalah Sunnah atau yang kita kenal dengan Hadits.
Al Qur’an dan Hadits merupakan sumber hukum islam yang
utama yang saling berkaitan tidak bisa saling dipisahkan satu sama lain yang menjadi pedoman utama bagi umat
Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Namun, seiiring dengan berkembangnya zaman ada saja hal-hal yang tidak terdapat solusinya dalam Al Qur’an dan Hadits. Oleh karena, itu ada sumber hukum agama islam yang lain, diantaranya Ijma dan Qiyas. Namun, Ijma dan Qiyas tetap merujuk pada Al Qur’an dan Hadits karena Ijma dan Qiyas merupakan penjelasan dari keduanya
Namun, seiiring dengan berkembangnya zaman ada saja hal-hal yang tidak terdapat solusinya dalam Al Qur’an dan Hadits. Oleh karena, itu ada sumber hukum agama islam yang lain, diantaranya Ijma dan Qiyas. Namun, Ijma dan Qiyas tetap merujuk pada Al Qur’an dan Hadits karena Ijma dan Qiyas merupakan penjelasan dari keduanya
.
B. Rumusan Masalah
Apa maksud
Dasar atau Dalil Hukum Islam ?
Apa saja Dasar
Hukum Ekonomi Syari’ah dari Segi Al-Qur’an maupun Undang-Undang?
C.Tujuan
Untuk
mengetahui apa maksud dari dasar atau dalil hukum islam
Untuk
mengetahui dasar hukum ekonomi syari’ah baik dari segi Al-Qur’an Maupun Undang-
Undang
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Dasar
atau Dalil Hukum Islam
Secara etimologi ( bahasa) sumber
berarti asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu. Adapun secara
terminologi ( istilah ) dalam ilmu ushul, sumber diartikan sebagai rujukan yang
pokok atau utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu berupa Alquran dan
Al-Sunnah.
Dalil, secara etimologi (bahasa) artinya petunjuk pada
sesuatu baik yang bersifat material maupun yang bersifat non material.
Sedangkan menurut Istilah, suatu petunjuk yang dijadikan landasan berfikir yang
benar dalam memperoleh hukum syara' yang bersifat praktis, baik yang
kedudukannya qath'i ( pasti ) atau Dzani (relatif).
1.Al-Qur’an Sumber Hukum Pertama
·
Tinjauan Bahasa
Kata Alquran dalam bahasa
Arab berasal dari kata / Qara'a artinya ' membaca. Secara istilah
Alqur'an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, tertulis dalam
mushhaf berbahasa Arab, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, bila
membacanya mengandung nilai ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat An-Nas.
·
Hukum dalam Alqur‟an
Hukum-hukum
yang terkandung dalam Alqur'an, meliputi :
a.Hukum-hukum I'tiqadiyyah, yaitu
hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada Allah swt, kepada Malaikat,
kepada Kitab-kitab, para Rasul Allah dan kepada hari akhirat.
b.Hukum-hukum Khuluqiyyah, yaitu
hukum yang berhubungan dengan akhlak. manusia wajib berakhlak yang baik dan
menjauhi prilaku yang buruk.
c.Hukum-hukum Amaliyah, yaitu
hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia.
·
Alqur‟an dalam menetapkan hukum
Kebijaksanaan Alqur'an dalam
menetapkan hukum menggunakan perinsip :
a. Memberikan
kemudahan dan tidak menyulitkan Contoh : bertayamum sebagai ganti air untuk
berwudhu,
b. Menyedikitkan
tuntutan. Contoh :Ibadah haji hanya bagi orang yang mampu saja
c. Bertahan
dalam menterapkan hukum.Contoh; Haramnya minuman keras dan perjudian proses
larangannya sampai tiga kali
d. Alqur'an
memberikan hukum sejalan dengan kemaslahatan manusia.Contoh : pengaturan harta,
disebut bahwa pengaturan tersebut dimaksudkan agar harta itu tidak hanya
berputan di antara orang yang kaya saja.
2.Hadis (Sunnah) Sumber Hukum Kedua
·
Tinjauan Bahasa
Sunnah secara bahasa berarti
' cara yang dibiasakan' atau ' cara yang terpuji. Sunnah lebih umum disebut
hadits, yang mempunyai beberapa arti: = dekat, = baru, = berita. Secara istilah sunnah adalah jalan yang di tempuh
oleh rasulullah dan para sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan,
maupun penetapan
·
Kedudukan Al-Sunnah terhadap Alqur'an
Hubungan Al-Sunnah dengan Alqur'an
dilihat dari sisi materi hukum yang terkandung di dalamnya sebagai berikut :
a.Sebagai Muaqqid Yaitu
menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan Alqur'an dikuatkan dan
dipertegas lagi oleh Al-Sunnah, misalnya tentang Shalat, zakat terdapat dalam
Alqur'an dan dikuatkan oleh Al-sunnah.
b. Sebagai Bayan
Yaitu al-Sunnah
menjelaskan terhadap ayat-ayat Alqur,an yang belum jelas, dalam hal ini ada
tiga hal :
1.Menjelaskan ayat-ayat Al Quran yang bersifat umum.
Contohnya, dalam Al Quran terdapat ayat tentang shalat. Ayat tersebut
dijelaskan oleh hadis sebagai berikut : “Shalatlah kamu sebagaimana aku
shalat”.
2.Membatasi kemutlakan ( taqyid
al-muthlaq) Misalnya, Alqur'an memerintahkan untuk berwasiat, dengan tidak
dibatasi berapa jumlahnya. Kemudian Al-Sunnah membatasinya.
3.Mentakhshishkan keumuman
Misalnya, Alqur,an mengharamkan tentang bangkai, darah dan daging babi,
kemudian al-Sunnag mengkhususkan dengan memberikan pengecualian kepada bangkai
ikan laut, belalang, hati dan limpa.
4. Menciptakan hukum baru. Misalnya,
Rasulullah melarang untuk binatang buas dan yang bertaring kuat, dan burung
yang berkuku kuat, dimana hal ini tidak disebutkan dalam Alqur'an.
5.Memperkuat pernyataan yang ada dalam Al Quran. Contohnya,
dalam Al Quran ada ayat sebagai berikut : “Barangsiapa di antara kamu yang
melihat bulan maka berpuasalah”. Ayat tersebut diperkuat olah hadis Rasulullah
sebagai berikut : “Berpuasalah
karena melihat bulan dan berbukalah karena melihat bulan”.
3.Ijma
Sumber Hukum Ketiga
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahid dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Ijama dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan secara khusus dalam kitab Al Quran dan Sunah.
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahid dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Ijama dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan secara khusus dalam kitab Al Quran dan Sunah.
4.Qiyas Sumber Hukum ke Empat
Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan hukumnya dengan maslah lama yang pernah karena ada alasan yang sama. Contoh:Al-qur'an tidak disebutkan hukum mengkonsumsi narkoba, tetapi hal tersebut haram karena disamakan dengan khamar.
Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan hukumnya dengan maslah lama yang pernah karena ada alasan yang sama. Contoh:Al-qur'an tidak disebutkan hukum mengkonsumsi narkoba, tetapi hal tersebut haram karena disamakan dengan khamar.
B.DASAR
HUKUM EKONOMI SYARI’AH DARI SEGI AL-QUR’AN DAN UNDANG-UNDANG
1.DARI
SEGI AL-QUR’AN
Al-Qur’an adalah
kalam Allah SWT. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. secara mutawatir
melalui malaikat Jibril dari mulai surat Al- Fatihah diakhiri surat An-Nas dan
membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an merupakan dasar hukum ekonomi Islam yang
abadi dan asli, dan merupakan sumber serta rujukan yang pertama bagi syari'at Islam,
karena di dalamnya terdapat kaidahkaidah yang bersifat global beserta
rinciannya.
Al-Qur'an tidak
saja mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya, akan tetapi mengatur
pula hubungan antara penciptanya. Jadi al-Qur'an tidak hanya merincikan tentang
pentingnya menyusun dan memelihara hubungan erat dengan Tuhan tetapi juga
menjelaskan semua yang mungkin diperlukan untuk memenuhi kehidupan sosial yang
lengkap.
1.Ketauhidan Dasar Utama Ekonomi Islam
Katakanlah: “Siapakan
yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah”,
dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam
kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”.(QS.Saba’ : 24)
Dari ayat di
atas telah Allah jelaskan bahwa sesungguhnya rezeki yang manusia nikmati adalah
limpahan nikmat dari Allah SWT. Allah memberikannya dari sunnatullah yang Allah
tetapkan di langit dan bumi.
2.Mencari Karunia Allah di Muka Bumi
“Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. “ (QS Al Jumuah : 10)
Manusia diperintahkan Allah untuk
mencari karunia Allah di bumi. Rezeki tersebut tentu tidak akan datang kepada
kita andai kita tidak berikhtiar. Allah sudah menetapkan sunnatullah untuk
manusia mendapatkan rezeki, tinggal manusia mengoptimalkan dan mengaturnya
dengan baik atau tidak.
3.Melakukan
Perniagaan
“Tidak ada dosa
bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabb-mu”. (QS
Al Baqarah : 198)
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa Allah tidak
melarang adanya perniagaan atau jual beli. Untuk itu proses jual beli adalah
hal yang dihalalkan oleh islam, asalkan dengan proses yang halal dan tidak
merugikan satu pihak pun. Untuk itu, proses ini harus dilakukan secara adil,
seimbang, terbuka, dan tidak menghalangi keuntungan orang lainnya. Perniagaan
bertujuan agar sama-sama untung dan dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Dari ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa dasar
ekonomi islam adalah melaukan perniagaan dan juga menggali banyak karunia Allah
di muka bumi dengan hukum sunnatullah yang berlaku. Bukan membiarkan potensi
yang ada di bumi dan malas untuk mengolahnya.
4.Mengindari Riba dan Melakukan Jual Beli
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…..” (QS
Al Baqarah : 275)
Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa yang
dilarang oleh Allah adalah Riba sedangkan jual beli adalah halal. Tentu riba
adalah hal yang harus dihindari oleh manusia dan jangan sampai manusia masuk
neraka hanya gara-gara aktivitas ekonominya memiliki prinisp riba. Untuk itu,
prinsip dasar ekonomi islam adalah menghindari riba karena haram dan melakukan
jual beli sebagai transaksi ekonomi yang halal dan diperbolehkan oleh Allah
SWT.
5.Larangan Berlebihan dalam Mengelola Ekonomi
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS Al Furqan :
67)
Aktivitas ekonomi atau perniagaan memang
dihalalkan oleh Allah. Akan tetapi proses membelanjakan harta tentu saja tidak
boleh berlebihan atau tidak boleh juga kikir.Dari hal tersebut, prinsip dasar
ekonomi islam disini adalah manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara
cukup, tidak berlebihan menghamburkan harta hingga orang lain tidak dapat
merasakannya sedangkan harta hanya menumpuk padanya. Akan tetapi tidak kikir
alias pelit baik dalam membelanjakan harta untuk diri sendiri dan sosial.
2.DARI
SEGI UNDANG - UNDANG
·
No. 38
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang
dimkasud dengan :
1. Pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap
pengumpulan dan
pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
2.
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang musli atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada
yang berhak
menerimanya.
3. Muzakki
adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban
menunaikan
zakat.
4. Mustahiq
adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
5. Agama adalah
agama Islam.
6.
Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang agama.
Pasal 2
Setiap
warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki
oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal 3
Pemerintah
berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada
muzakki,
mustahiq dan amil zakat.
Pasal 4
Pengelolaan
zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila
dan Undang-undang Dasaar 1945.
Pasal 5
Pengelolaan zakat bertujuan :
1.
meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
tuntunan agama;
2. meningkatnya
fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial.
3. meningkatnya
hasil guna dan daya guna zakat.
Pasal 6
1. Pengelolaan
zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
2. Pembentukan
badan amil zakat :
a. nasional oleh Presiden atas usul
Menteri;
b.
daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama propinsi;
c.
daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala
kantor departemen agama kabupaten atau kota;
d. kecamatan oleh camat atas usul kepala
kantor urusan agama kecamatan.
3.
Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat
koordinatif, konsultatif dan informatif.
4.
Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi
persyaratan tertentu.
5.
Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan
unsur pelaksana.
Pasal 7
1. Lembaga amil
zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
2. Lembaga amil
zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
yang diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 8
Badan
amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan
zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Pasal 9
Dalam
melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung
jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 10
Ketentuan
lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan
dengan keputusan menteri.
Pasal 11
1. Zakat terdiri
atas zakat mal dan zakat fitrah.
2. Harta yang
dikenai zakat adalah :
a. emas, perak dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. Hasil pertanian, perkebunan dan
perikanan;
d. Hasil pertambangan;
e. Hasil peternakan;
f. Hasil pendapatan dan jasa;
g. tikaz
3. Penghitungan
zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan
hukum agama.
Pasal 12
1.Pengumpulan
zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
2. Badan amil
zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta
muzakki yang
berada di bank atas permintaan muzakki.
Pasal 13
Badan
amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat
waris dan kafarat.
Pasal 14
1.
Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
berdasarkan hukum agama.
2.
Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartaya dan kewajiban zakatnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan
amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki untuk
menghitungnya.
3.
Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat
dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup
kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.
Pasal 16
1.
Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan
agama.
2.
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan
mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
3.
Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.
Pasal 17
Hasil
penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.
Pasal 18
1.
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur
pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5).
2. Pimpinan
unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.
3. Unsur
pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
4.
Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat
meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19
Badan amil zakat
memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan
Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan
tingkatannya.
Pasal 20
Masyarakat
dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat.
Pasal 21
1.
Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat
dengan tidak benar harta zakat, infaq,
shadaqah, wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 12, Pasal 13 dalam Undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan
selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.3.000.000,00
(tiga juta rupiah).
2. Tindak pidana
yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.
3.
Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan
tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yangberlaku.
Pasal 22
Dalam
hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan
oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya
diteruskan kepada badan amil zakat nasional.
Pasal 23
Dalam
menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
pemerintah wajib membantu operasional badan amil zakat.
Pasal 24
1.Semua
peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap
berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan
Undang-undang ini.
2.
Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, setiap
organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut
ketentuan Undang-undang ini.
·
Undang-undang
No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah mengatur tentang segala
sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
·
Pasal 23 tentang keuangan ayat 1,2,3,4,5
·
Pasal 27 ayat 2 mengenai hak warga Negara atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
·
Pasal 31 ayat 1 mengenai hak warga Negara mendapat
pelajaran
·
Pasal 32 mengenai perlindungan kebudayaan
nasional
·
Pasal 33 mengenai demokrasi ekonomi
·
Pasal 34 mengenai fakir miskin dan anak-anak
yang terlantar
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi
manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari
dengan tauhid.
Landasan Hukum Ekonomi Islam adalah
1. Al-Qur’an,
2.
As-Sunnah,
3.
Ijma’
4.
dan Qiyas.
Serta Dasar Hukum Ekonomi Islam
berdasarkan Al-Qur’an Dan Undang-Undang yaitu : Al-Qur’an adalah kalam Allah
SWT. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. secara mutawatir melalui
malaikat Jibril dari mulai surat Al- Fatihah diakhiri surat An-Nas dan
membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an merupakan dasar hukum ekonomi Islam yang
abadi dan asli, dan merupakan sumber serta rujukan yang pertama bagi syari'at
Islam, karena di dalamnya terdapat kaidahkaidah yang bersifat global beserta
rinciannya.
Al-Qur'an tidak
saja mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya, akan tetapi mengatur
pula hubungan antara penciptanya. Jadi al-Qur'an tidak hanya merincikan tentang
pentingnya menyusun dan memelihara hubungan erat dengan Tuhan tetapi juga
menjelaskan semua yang mungkin diperlukan untuk memenuhi kehidupan sosial yang
lengkap.
·
No. 38
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
·
Undang-undang
No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah mengatur tentang segala
sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
·
Pasal 23 tentang keuangan ayat 1,2,3,4,5
·
Pasal 27 ayat 2 mengenai hak warga Negara atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
·
Pasal 31 ayat 1 mengenai hak warga Negara mendapat
pelajaran
·
Pasal 32 mengenai perlindungan kebudayaan
nasional
·
Pasal 33 mengenai demokrasi ekonomi
·
Pasal 34 mengenai fakir miskin dan anak-anak
yang terlantar
DAFTAR
PUSTAKA
Usman,Rachmadi,S.H .2000 Hukum Ekonomi Dalam Dinamika.Jakarta:Djambatan,.
Al-Arif, M. Nur Rianto. 2011 Dasar-Dasar Ekonomi
Islam. Solo: Era Adicitra Intermedia, .
Ali,Zainuddi.2008 Hukum Ekonomi Syariah.Jakarta:Sinar
Grafika,.
Hukum, Sumber, dan Dalil,pdf.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 38 tahun
1999,pdf.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 21 tahun
2008,pdf.